Sabtu, 28 Maret 2015

UIN Malik Ibrahim

Unit Informasi dan Publikasi (Infopub) UIN Maliki Malang merupakan salah satu unit yang berada di bawah naungan Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim atau yang akrab disingkat dengan UIN Maliki Malang ini. Unit Infopub dibentuk khusus untuk menangani publikasi jurnal ilmiah dan tabloid Gema. Khusus persoalan jurnal yang ditangani unit Infopub ada dua jurnal yaitu Jurnal Ulul Albab yang memuat tulisan di bidang studi Islam, sementara untuk Jurnal el Harakah memuat tulisan ilmiah di  bidang budaya Islam. Dua jurnal itu terbit secara berkala yaitu setiap enam bulan sekali atau satu tahun dua kali terbit, dan komposisi penulisnyapun selalu kolaborasi antara penulis dari kalangan UIN Maliki sendiri yang kuotanya mencapai 40 %. Sementara kapasitas untuk penulis dari luar lembaga UIN Maliki mencapai 60%.
Khusu untuk jurnal el Harakah pada tahun 2011 tepatnya bulan Agustus, pihak DP2M telah menyatakan Lulus seleksi akreditasi. Sehingga saat ini, Jurnal el Harakah tersebut telah terakreditasi B dan akrediatsinya berlaku sejak Agustus 2011 dan berakhir hingga Agustus 2016 mendatang. Sementara untuk Jurnal Ulul Albab, pada tahun 2006 pernah dinyatakan terakreditasi C. Akan tetapi, untuk tahun 2012 kali ini akreditasi yang disandang jurnal Ulul Albab sudah tidak berlaku lagi. Rencananya tim redaksi pengelola jurnal Ulul Albab juga berencana akan mengajukan jurnal tersebut untuk diakreditasikan pada tahun 2013. Besar harapan kami selaku tim pengelola agar jurnal tersebut juga dapat terakreditasi untuk menopang peningkatan dan produktivitas serta semangat yang tinggi bagi para penulis yang mendalami di bidang studi Islam dan kebudayaan Islam.
Selain mengurusi Jurnal berkala ilmiah, Unit Infopub  juga menangani penerbitan koran kampus atau yang biasa dikenal dengan Tabloid Gema yang terbit setiap dua bulan sekali. Dengan adanya Tabloid Gema kali ini, diharapkan perkembangan UIN Maliki dalam setiap periodenya mampu terekam dengan apik dan sesuai dengan fakta yang terjadi di lapangan, sehingga kejadian-kejadian yang bersejarah baik ditingkatan unit, fakultas hingga tingkatan universitas bisa terdokumentasikan dengan rapi dan sistematis.
Selain itu, keberadaan Tabloid Gema juga diharapkan mampu memberikan informasi yang faktual dan bermutu terhadap persoalan dan perkembangan yang tengah terjadi di  UIN Maliki yang terkenal dengan konsep perpaduan kampus dengan dunia pesantren ini.
Demikianlah seklumit informasi singkat tentang Unit Infopub di UIN Maliki, Semoga informasi ini dapat bermanfaat bagi si pembaca yang budiman. Kritik dan saran yang membangun sangat kami butuhkan untuk bekal evalusai dan perbaikan pada masa yang akan datang.
Terimaksaih,,, Wassalamualaikum Wr.Wb

Rabu, 25 Maret 2015

Bahrul Ulum

PONDOK PESANTREN BAHRUL ULUM Tambakberas Jombang, terletak di Dusun Tambakberas, Desa Tambakrejo, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jombang, Propinsi Jawa Timur, tepatnya ± 3 Km sebelah utara kota Jombang. PONDOK PESANTREN BAHRUL ULUM Tambakberas Jombang, dengan sosio kultur religious agraris.
Sekitar tahun 1825 di sebuah Desa yang jauh dengan keramaian kota Jombang, tepatnya di sebelah utara kota Jombang, di Dusun Gedang kelurahan Tambakrejo, datanglah seorang yang ‘alim, pendekar ulama atau ulama pendekar, bernama ABDUS SALAM namun lebih dikenal dengan panggilan MBAH SHOICHAH (bentakan yang membuat orang gemetar) Kedatangannya di dusun ini membawa misi untuk menyebarkan agama dan ilmu yang dimilikinya. Menurut silsilah beliau termasuk keturunan Raja Brawijaya (kerajaan Majapahit).
Abdus Salam putra Abdul Jabbar putra Abdul Halim (Pangeran Benowo) putra Adurrohman (Jaka Tingkir). Selengkapnya Baca Silsilah Kyai Abdussalam halaman 21.
Kedatangan Abdus Salam di Desa ini semula masih merupakan hutan belantara, kurang lebih 13 tahun dia bergelut dengan semak belukar dan kemudian dijadikan perkampungan yang dihuni oleh komunitas manusia. Setelah berhasil merubah hutan menjadi perkampungan, mulailah ia membuat gubuk tempat ia berdakwah yaitu sebuah pesantren kecil yang terdiri dari sebuah langgar, bilik kecil untuk santri dan tempat tinggal yang sederhana. Pondok pesantren tersebut dikenal oleh masyarakat dengan sebutan Pondok Selawe atau Telu, dikarenakan jumlah santri yang berjumlah 25 orang dan jumlah bangunan yang hanya terdiri 3 lokal beserta mushollanya. Hal ini terjadi pada tahun 1838 M, kondisi tersebut adalah cikal bakal PONDOK PESANTREN BAHRUL ULUM.
Sementara itu menurut versi yang lain istilah 3 (telu) adalah merupakan representasi dari Pondok Selawe atau Pondok Telu yang mengembangkan ilmu-ilmu Syari’at, Hakikat dan Kanuragan. Hal itu didasarkan pada manifestasi keilmuan Mbah Shoichah sendiri yang mencakup ketiganya.
Setelah Kyai Shoichah (Abdussalam) berusia lanjut (sepuh: bahasa jawa) tampuk pimpinan pondok Selawe atau pondok telu diserahkan kepada dua menantunya yang tidak lain adalah santrinya sendiri. Kedua menantunya tersebut adalah Kyai Ustman dan Kyai Sa’id. Dengan mendapat restu dari mertuanya Kyai Ustman dan Kyai Sa’id  menjadikan pondok menjadi dua cabang, hal ini dikarenakan jumlah santri yang semakin bertambah banyak. Kyai Ustman mengembangkan pondok di Dusun Gedang yang tidak jauh dari pesantren ayah mertuanya yaitu di sebelah timur sungai pondok pesantren, sedangkan Kyai Sa’id  mengembangkan pesantren di sebelah barat sungai.
Dalam penataan manajemen pendidikan pesantren yang diasuhnya, Kyai Ustman lebih berkonsentrasi mengajarkan ilmu-ilmu Thoriqot atau Tasawuf, sedangkan Kyai Sa’id mengajarkan ilmu-ilmu Syari’at.

UNWAHA

UNIVERSITAS KH. A. WAHAB HASBULLAH (UNWAHA)

UNWAHA merupakan universitas yang terletak di lingkungan Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jomban, sejarah panjang PonPest Bahrul Ulum yang telah melahirkan beberapa tokoh besar, antara lain KH. A. Wahab Hasbullah. UNWAHA merupakan pengembangan dari STAI-BU dan STMIK-BU yang telah memilki 5 Fakultas dan 14 prodi.
Keunggulan UNWAHA adalah telah menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga baik dalam maupun luar negeri, sehingga mahasiswa UNWAHA dapan melaksanakan kegiatan perkuliahan/praktikum di lebih dari 100 lokasi seluruh indonesia dan mahasisiwa UNWAHA dapat melaksanakan Magang di luar negeri.
Mahasiswa UNWAHA juga mempunyai kesempatan yang luas untuk dapat memperoleh beasiswa studi paruh waktu (Sit-In) di luar negeri maupun magang skripsi seperti ke Thailand dan Jepang.
Dalam hal ini UNWAHA telah menjalin kerjasama dengan beberapa lembaga internasional dalam pengembangan institusi, pengembangan SDM,kolaborasi penelitian, jurnal internasional,workshop dan kajian, pertukaran dosen dan pertukaran mahasiswa.
A. FAKULTAS DAN PRODI
     1. Fakultas Teknologi Informasi
         a. S-1 Teknik Informatika
         b. S-1 Sistem Informasi
     2. Fakultas Pertanian
         a. S-1 Agribisnis
         b. S-1 Agroekoteknologi
         c. S-1 Teknik Pertanian
         d. S-1 Tekonologi Hasil Pertanian
     3. Fakultas Ilmu Pendidikan
         a. S-1 Pendidikan Biologi
         b. S-1 Pendidikan Fisika
         c. Pendidikan Matematika
         d. Pendidikan Bahasa Inggris
     4. Fakultas Ekonomi
         a. S-1 Managemen
     5. Fakultas Agma Islam
         a. S-1 Pendidikan Agma Islam
         b. S-1 Pendidikan Bahasa Arab
         c. S-1 Ekonomi Syariah

Minggu, 01 Maret 2015

MAKANAN KHAS LAMONGAN

 Lamongan merupakan sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibukotanya adalah Lamongan. Lamongan ini berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Kabupaten Gresik di timur, Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten Jombang di selatan, serta Kabupaten Bojonegoro dan Kabupaten Tuban di barat.

Mengenai makanan khas yang ada di lamongan ini, makanan khas lamongan yang sudah di kenal meluas adalah soto lamongan, selain soto juga ada yang lainya di antaranya Nasi Boranan, Rujak Cingur, Tahu lontong/tahu tek-tek dan Tahu campur lamongan. Untuk itu berikut adalah penjabaran 5 makanan khas lamongan yang terkenal :

1. Soto Lamongan

5 Makanan Khas Lamongan Yang Terkenal
Di atas sudah saya katakan makanan khas lamongan yang terkenal adalah sotonya, nah berikut saatnya membahan makanan yang paling terkenal di lamongan, Ciri khas soto lamongan ini yaitu warnanya kuning berminyak ditambah aneka rempah di dalamnya. Soto ini dikenal dengan kuahnya yang kuning bening yang dibuat dengan menggunakan bumbu halus yang terdiri atas bawang putih, merica, ketumbar sangrai, kemiri sangrai dan kunyit. Dari sinalah tercipta kuah soto lamongan yang gurih dan khas.

Dalam soto ini terdapat suwiran daging ayam, irisan kol, tomat, daun bawang, mie bihun, dan irisan telur telur ayam. Biasanya soto lamongan ini juga ditambahkan ceker ayam, kulit ayam dan sayap ayam untuk menambah kesan menariknya Soto Lamongan ini. Dan yang menjadikan Soto Lamongan punya cita  rasa yang khas dengan ditambahkannya serbuk koya yang gurih yang dibuat dari kerupuk udang yang dihaluskan kemudian ditambahkan udang kering yang dibuburkan di atas kuah soto. Serbuk inilah yang jadi ciri khas soto Lamongan. dalam penyajian soto lamongan ini ditambahan bawang goreng, jeruk nipis dan sambal.Untuk lauknya yaitu krupuk udang .

2. Nasi Boranan Lamongan

5 Makanan Khas Lamongan Yang Terkenal
Nasi boranan atau sego boranan ini merupakan makanan khas Lamongan yang terdiri dari nasi, bumbu, lauk, rempeyek (sejenis krupuk bahan bakunya dari tepung beras yang dibumbui dan digoreng). Bumbu dari nasi boranan terdiri dari rempah-rempah yang sudah di haluskan, serta lauk yang ditawarkan oleh penjual bervariasi, diantaranya daging ayam, jeroan, ikan bandeng, telur dadar, telur asin, tahu, tempe hingga ikan sili yang lebih mahal bila dibandingkan dengan lauk-lauk lainnya.

Khasnya nasi boranan yang tidak akan ditemui pada menu lainnya, yaitu empuk, pletuk, dan ikan sili. “Empuk ini dibuat dari tepung terigu yang dibumbui, Sedangkan pletuk terbuat dari nasi yang dikeringkan atau kacang, lalu dibumbui dan digoreng. Namanya diambil dari bunyi ketika makanan ini dikunyah, Nasi ini disajikan biasa dijajakan secara lesehan di sekitar kawasan pasar-pasar kota di Kabupaten Lamongan.

3. Tahu Campur Lamongan

5 Makanan Khas Lamongan Yang Terkenal
Tahu campur khas lamongan ini yaitu makanan yang terdiri atas sayuran berupa daun selada dan kecambah (toge) dipadukan dengan tahu, lontong, dan perkedel ketela pohon, bihun, serta daging sapi. Makanan khas tahu campur disajikan dengan kuah yang telah dicampur dengan petis udang.

4. Wingko Babat Lamongan

5 Makanan Khas Lamongan Yang Terkenal
Makanan kue Wingko Babat ini merupakan jajanan tradisional yang biasanya di jadikan oleh-oleh seseorang jika berkunjung ke lamongan, wingko babat sendiri adalah sejenis kue yang dibuat dari kelapa dan sejumlah bahan lainnya.

5. Bandeng Colo Lamongan

5 Makanan Khas Lamongan Yang Terkenal
Bandeng goreng dengan sambal colo-colo. Dinamakan colo-colo karena sambal pedasnya bercampur dengan rasa masam jeruk nipis.Di Lamongan, makanan ini hanya bisa dijumpai di salah satu rumah makan yang berada di Jalan Sunan Giri, Lamongan.

ASAL USUL GUNUNG PUTRI TIDUR

GUNUNG PUTRI TIDUR, sleeping beauty mountain GUNUNG DENGAN PENAMPAKAN PALING EKSOTIS DI DUNIA
gunung putri tidur ini adalah pegunungan yang terbentuk dari deretan gunung yang membentang dari Selatan yang berawal di gunung kawi dan berakhir di sebelah utara yaitu terkenal dengan nama puncak panderman. lokasi gunung ini terletak disebelah barat kota malang lebih tepatnya kota wisata batu yang sangat terkenal di indonesia.
keindahan dari "sleeping beauty mountain" akan terlihat sempurna jika kita melihatnya dari kota malang tepatnya disekitar taman singha didaerah pasar merjosari atau didepan pelatihan tentara arhanud kabupaten malang hingga di dusun swaluan juga terletak di kabupaten malang. bila anda dapat mengakses google earth posisi koordinatnya dapat anda temukan di link foto berikut ini (http://www.panoramio.com/photo/42883343) dibeberapa lokasi tersebut di atas anda akan melihat dengan jelas dimana deretan gunung ini akan tampak menyerupai seorang putri cantik yang sedang terlelap.
dimulai dari gunung kawi yang terlihat seperti rambut yang terurai dan terlihat pula wajah dan hidungnya yang mancung seperti putri raksasa yang terkubur dalam tanah selama ribuan tahun untuk menanti ciuman seorang pangeran dalam cerita anak sleeping beauty. semakin ke utara juga terlihat tangan yang seolah mendekap dada. sedangkan bayangan kakinya terbentuk dari siluete puncak gunung panderman. penampakan sangat eksotis bukan, bila anda sempat mampir ke kota malang atau batu waktu yang tepat untuk melihat fenomena langka dan ajaib ini sebaiknya adalah pagi hari antara pukul 6 hingga pukul setengah sembilan pagi atau bila sore hari dapat anda lihat pada pukul empat hingga pukul 6 sore. karena saat-saat tersebut gunung yang menurut saya paling indah di dunia ini akan terlihat jelas dan tidak tertutup awan.
namun sayang keindahan gunung yang sering dimanfaatkan untuk kegiatan olahraga paralayang ini, acapkali ternoda oleh musibah kebakaran hutan yang lazimnya terjadi saat musim kemarau panjang. entah pembukaan lahan baru ataupun kebakaran karena fenomena alam. yang pasti saya pernah mendapati beberapa titik kebakaran yang terlihat dilereng-lereng pegunungan ini pada malam hari. tidak dapat dipungkiri bahwa gunung yang menaungi kota wisata batu ini merupakan daerah yang perkembangan pembangunannya sangat pesat dan maju, pertanian buah dan sayurnya pun terkenal hingga mancanegara karena ditunjang dengan tanahnya yang subur dan mengandung humus yang tebal.
selain itu tempat ini adalah salah satu destinasi wisata paling ramai di indonesia. banyak sekali obyek wisata alam maupun modern yang tersebar di setiap sudut gunung putri tidur ini. antara lain terdapatnya beberapa coban atau air terjun contohnya coban rondo dan coban rais, pemandian air panas juga ada di sekitar cangar, selain itu tempat wisata modern juga tak kalah banyaknya diantaranya adalah Jatim Park 1 dan jatim park 2, Batu night spectaculer atau sering disebut BNS, tak ketinggalan pemandian selecta yang terkenal sejak jaman belanda. dalam musim liburan yang panjang gunung yang elok ini mendadak menjadi sangat ramai dan padat akan kunjungan wisata. dampak buruknya adalah alam pegunungan ini berangsur-angsur terdegradasi karena sumberdayanya dieksploitasi hingga melampaui batas yang seringkali menyebabkan kerusakan lingkungan seperti kebakaran hutan dan tanah longsor.
adapun meski pemerintah kota wisata batu telah berupaya keras untuk menanggulangi musibah tersebut, kiranya perlu kesadaran masyarakat pula untuk terus melestarikan alam disekitar gunung paling iconic di dunia ini. mother nature yang telah disimbolisasikan oleh siluete gunung putri tidur ini semoga menjadi salah satu keajaiban dunia yang membawa pesan perdamaian antara manusia dan alam.

ASAL USUL GUNUNG RATU

Desa Cancing – Gunung Ratu terletak di ketinggian sekitar 700 meter di atas permukaan laut, berada di wilayah Kecamatan Ngimbang, Lamongan. Secara Geografis, daerah tersebut berbatasan dengan Kabupaten Jombang dan Mojokerto (tempat pusat kerajaan Majapahit).
Penulis sendiri kebetulan dilahirkan di Desa Sekidang, sekitar 10 km sebelah utara Gunung Ratu. Sewaktu kecil, saat itu Desa Sekidang belum ‘digusur’ menjadi areal Waduk Gondang, penulis sedikit banyak mendengar cerita rakyat tentang Gajah Mada. Beberapa diantaranya Tersingkirnya Dewi Andongsari (Ibu Gajah Mada) dari Keraton Majapahit, Peristiwa Kucing dan Ular, Tempat Joko Modo (Gajah Mada) mengembala kerbau (angon kebo), dan beberapa kisah masa kecil Joko Modo. Waktu SD dulu, lebih dari 20 tahun yang lalu, selain menggembala sapi dan cari kayu bakar, penulis sering ikut kegiatan Pramuka. Yang paling berkesan ialah saat Penjelajahan. Sekali waktu, rute penjelajahan yaitu Desa Sekidang, Jegreg, Plapak dan Cancing (Gunung Ratu).
Untuk menuju ke makam tersebut, harus melewati tangga undakan. Saat itu, saya dan beberapa teman menghitung berapa undakan yang dilewati. Hasilnya, bervariasi. Sampai di atas, saya melihat makam Dewi Andongsari kelihatan sering diziarahi orang, nampak dari banyaknya taburan bunga. Hal yang sama juga nampak ditempat Kucing dikubur—yang ditandai dengan bongkahan batu. Menurut cerita yang beredar, situs pemakaman tersebut sering disalahgunakan, misal mencari ilmu atau juga ngalap berkah.
Foto_penunjuk jalan ke gunung ratu
Foto_penunjuk jalan ke gunung ratu
Kondisi pemakaman saat ini, jelas jauh berbeda. Lokasi tersebut sudah direhab oleh Pemkab Lamongan dan difungsikan sebagai Peninggalan Situs Bersejarah sekaligus tempat Wisata Sejarah. Setiap hari tempat tersebut dikelola dan dirawat oleh Mbah Sulaiman, seorang juru kunci dari Makam tersebut. Menurut Mbah Sulaiman inilah bukti fisik akan keberadaan asal usul Gajah Mada. Gunung atau biasa juga disebut bukit Ratu, dulunya merupakan petilasan dari Dewi Andong Sari yang diusir dari Majapahit karena iri hati dari permaisuri Dara Petak dan Dara Jingga karena dikhawatirkan memiliki seorang putra. Di bukit inilah tempat Dewi Andongsari menjalani hari-harinya sampai akhirnya melahirkan Joko Modo (Gajah Mada).
Kisah berawal ketika pada suatu hari Desa Cancing kedatangan sekelompok prajurit Majapahit yang sedang mengiringkan istri selir Raden Wijaya yang sedang mengandung.  Sekelompok prajurit tersebut mendapat tugas rahasia untuk menyingkirkan (mungkin membunuh) Dewi Andong Sari, tapi karena suatu hal Dewi Andong Sari tidak dibunuh melainkan hanya disembunyikan di desa Cancing yang terletak di dalam hutan jauh dari pusat pemerintahan majapahit (± 35 km arah barat laut dari Trowulan). Jalur desa tersebut dekat dengan jalur perjalanan Majapahit-Kadipaten Tuban.


Saat itu, desa tersebut dipimpin oleh Ki Gede Sidowayah yang juga mempunyai keahlian membuat senjata pusaka (Mpu). Setelah usia kandungan cukup maka lahirlah bayi laki-laki, tapi sayang Dewi Andong Sari tidak berumur panjang. Pada saat putranya masih kecil ia meninggal dunia dan dimakamkan di tempat tersembunyi yaitu di atas bukit dan di tengah rimbunnya hutan. Bukit itulah yang kemudian lebih dikenal dengan nama Gunung Ratu.
Foto_ jalan (tangga berundak) ke gunung ratu_cancing
Foto_ jalan (tangga berundak) ke gunung ratu cancing
Pernah pada suatu ketika, saat Gajah Mada masih bayi, Dewi Andongsari turun dari bukit hendak mengambil air di telaga (sendang) yang terletak di bawah bukit. Gajah Mada ditinggal sendirian, hanya ditemani kucing setia milik Dewi Andongsari. Pada saat itulah seekor ular hendak mematok Gajah Mada. Kucing milik Dewi Andongsari menghalanginya sehingga terjadi perkelahian. Si kucing berhasil menggigit ular hingga mati. Beberapa saat kemudian, Dewi Andongsari datang dan langsung melihat kucing yang mulutnya penuh darah. Dewi Andongsari menyangka bahwa kucing tersebut telah menggigit Gajah Mada. Kucing itu pun kemudian dia pukul. Tapi Dewi Andongsari pun kemudian tersadar ketika tak jauh dari bayinya, terlihat bangkai ular. Dewi Andongsari menyesal bukan main, apalagi tak lama kemudian kucing itupun mati.
Sampai sekarang keberadaan telaga tersebut masih ada, demikian juga dengan tempat dikuburkannya kucing tersebut.
Tak lama setelah peristiwa itu, Dewi Andongsari pun meninggal. Oleh warga desa Cancing jenazahnya dimakamkan di bukit tersebut, tak jauh dari kuburan kucing kesayangannya. Bayi Gajah Mada sendiri kemudian diambil oleh Ki Gede Sidowayah…


Ki Gede Sidowayah tidak mempunyai istri. Dia merasa kasihan dan khawatir bayi tersebut tidak terurus dengan baik. Oleh karena itu, bayi tersebut diserahkan pada adik perempuannya (janda Wara Wuri) yang tinggal di desa Modo. Bayi laki-laki tersebut tumbuh sehat dan cerdas yang kemudian dipanggil dengan nama Joko Modo (pemuda dari Modo).
Foto_lokasi area makam dewi andongsari
Foto_lokasi area makam dewi andongsari
Seperti pemuda desa pada umumnya, Joko Modo pun ikut bekerja membantu orang tua angkatnya yaitu sebagai pengembala kerbau. Karena kecakapanya Joko Modo oleh sesama teman penggembala dianggap sebagai pemimpin. Meskipun hanya sebagai pemimpin sekelompok anak gembala, ternyata bakat kepemimpinannya mulai nampak.
 
Untuk memudahkan mengawasi kerbau-kerbau yang sedang digembala tersebut, Joko Modo dan kawan-kawan gembala lainnya naik di atas bukit kecil sehingga jarak pandangnya menjadi jauh dan luas. Bukit tersebut sampai sekarang masih ada dan oleh masyarakat setempat dinamakan Sitinggil (Siti= tanah, Inggil= tinggi) artinya tanah yang tinggi.
Pada saat Joko Modo diatas bukit sambil mengawasi kerbau-kerbaunya itu tidak sengaja ia pun kadang-kadang melihat iring-iringan prajurit Majapahit menuju Tuban atau sebaliknya dari Tuban menuju majapahit. Hal ini terjadi karena letak Modo memang berada diantara Majapahit dan Tuban.
Dari seringnya melihat iring-iringan prajurit Majapahit yang gagah-gagah tersebut membuat hati Joko Modo tertarik, kelak suatu saat ia ingin menjadi prajurit Majapahit juga. Ki Gede Sidowayah sendiri diberi hadiah tanah perdikan di Songgoriti Malang. Hadiah tersebut nampaknya sebagai penghargaan pada Ki Gede yang diam-diam berhasil menyelamatkan Dewi Andongsari dan memelihara bayinya. Ki Gede Sidowayah tidak lupa mengajak pula Joko Modo ke Songgoriti, dengan pertimbangan agar jiwa, sikap, serta cara berpikir Joko Modo yang cerdas dan cakap bisa berkembang dengan baik. Hal ini dimungkinkan karena Songgoriti daerahnya lebih subur dan makmur jika dibandingkan dengan Modo atau Ngimbang Lamongan yang letaknya jauh di dalam lebatnya hutan belantara.
foto_makam dewi andongsari di gunung ratu
foto_makam dewi andongsari di gunung ratu
Karena kecakapan dan kepandaiannya tersebut dan didukung oleh pengaruh Ayah angkatnya yaitu Ki Gede Sidowayah maka Joko Modo akhirnya tercapai cita-citanya yaitu menjadi prajurit Majapahit, yang kelak Kemudian kariernya terus menanjak sehingga menjadi Patih Gajah Mada, seorang tokoh besar di Kerajaan Majapahit.
*
Berikut ini analisa seputar Legenda Gajah Mada dari Lamongan:
1. Peristiwa penculikan Dewi Andong sari dari Keraton Majapahit (1299 M)
Adanya peristiwa rencana pembunuhan terhadap istri Selir Raden Wijaya yang sedang mengandung yaitu Dewi Andong Sari sangat mungkin terjadi atas kehendak Putri Indreswari yaitu Dara Petak yang berasal dari Melayu.
Dara Petak adalah Putri Melayu yang datang ke Majapahit bukan atas kehendak sendiri, melainkan dibawa oleh Kebo Anabang (Pemimpin ekspedisi Pamalayu) sebagai putri rampasan sebab negerinya ditaklukkan oleh Singosari / Majapahit. Ketika ia diperistri oleh Raden Wijaya tentu bukan bukan atas dasar cinta tapi karena terpaksa karena itu punya gagasan dalam hati yaitu Melayu bisa tunduk pada Majapahit tapi keturunan Melayu yaitu anaknya suatu saat harus jadi Raja Majapahit.
Ketika ia melahirkan anak laki-laki yang diberi nama Kalagemet (Jayanegara) tahun 1294 M. Ia sangat senang, sebab kedua anak Raden Wijaya permaisuri yang lain semuanya wanita, yaitu : Diyah Tribhuana Tungga Dewi dan Diyah Wiyat Sri Raja Dewi. Dengan demikian cita-citanya pasti terwujud, sebab sepeninggal Raden Wijaya tahta Kerajaan pasti jatuh ke tangan anaknya.
Tapi perasaan gembira itu berubah jadi cemas setelah tahu istri Selir Raden Wijaya yaitu Dewi Andong Sari teryata hamil, jika nanti Dewi Andong Sari melahirkan anak laki-laki tentu akan jadi Bantu sandungan bagi cita-citanya. Karena itu sebelum Dewi Andong Sari melahirkan ia harus segera segera dilenyapkan.

2. Ditinjau dari segi geografis
Posisi Desa Cancing, Ngimbang dengan Trowulan (pusat kerajaan Majapahit) jika ditarik garis lurus 35 km, suatu jarak yang masuk akal sebagai jalur pelarian untuk tempat sembunyinya Dewi Andong sari, apalagi Cancing berada di dalam lebatnya hutan. Demikian juga dengan letak Modo (sekarang Kec. Modo). Diceritakan, Joko Modo sering melihat iring-iringan prajurit Majapahit menuju Tuban atau sebaliknya dari Tuban menuju Majapahit, itu sangat masuk akal sebab Modo memang terletak di antara jalur Majapahit dengan Tuban.
 
3. Ditinjau dari segi politik
Pada saat pemberontakan Ra Kuti (1319) Gajah Mada yang saat itu menjadi kepala pasukan Bhayangkara menyelamatkan Raja Jaya Negara dengan sembunyi di Desa Badander. Para sejarawan banyak yang menduka bahwa Badander yang dimaksud itu adalah Dander di Bojongoro, padahal tidak. Sebab ada lagi nama Desa yang namanya persis sepert yang disebut dalam Negara Kertagama yaitu Badander (buah dander) yang berada di kecamatan Kabuh Kabupaten Jombang.
Jarak antara Desa Badander dengan Cancing, Ngimbang hanya 10 km, sedang jarak Badander Trowulan 25 km, sehingga sangat mungkin yang dimaksud Desa Badander tempat persembunyian Raja jayanegara kerena adanya pemberotakan Rakuti adalah Badander tersebut (bukan Dander Bojonegoro).
Suatu kebiasaan, jika ada kerusuhan di ibu koa maka para pembesar ibu kota berusaha menyelamatan diri ke Daerah asalnya yaitu daerah dimana ia dilahirkan dan dibesarkan. Dengan pertimbangan itu, tentu mendapat dukungan dan perlindungan dari masyarakat sekitarnya, di samping juga menguasai medan sehingga banyak membantu untuk perjuangan berikutnya.
Demikian juga halnya dengan Gajah Mada, kemungkinan besar benarya ia tidak senaja sembunyi di Desa Badander melainkan ke Desa Cancng (Ngimbang) tempat ia berasal. Tapi karena kondisinya pada saat itu tidak memungkinkan disamping letak Badander dengan Ngimbang sangat dekat apalagi adanya jaminan perlindungan dari Ki Buyut Badander, maka dipilihnya Badander sebagai tempat persembunyian sementara sambil menyusun siasat untuk merebut kembali tahta kerajaan dari pemberontak Ra Kuti.
 
4. Ki Gede Sidowayah mendapat hadiah tanah perdikan di Songgoriti Malang.
Dalam sejarah adalah hal yang wajar jika seseorang mendapat hadiah tanah perdikan dari Raja sebagai imbalan karena orang tersebut berjasa besar pada Raja atau Negara. Demikian juga halnya dengan Ki Gede Sidowayah yang mendapat tanah perdikan di Singgoriti.
Ada dua kemungkinan Ki Gede Sidowayah mendapat tanah perdikan di Songgoriti yaitu :
(a). Sebagai seorang Mpu mungkin Ki Gede Sidowayah pernah membuat sejenis pusaka yang ampuh untuk Raden Wijaya. Tapi kemungkinan ini lemah, sebab diantara banyak pusaka peninggalan Majapahit tdak dikenal buatan Mpu Sidowayah. Disamping itu dalam sejarah belum pernah ada seseorang mendapat hadiah tanah perdikan hanya karena berjasa membuat pusaka untuk Raja.
(b). Karena Ki Gede Sidowayah berjasa besar yaitu menyelamatkan garwo selir R. Wijaya yang sedang mengandung hingga melahirkan dengan selamat. Untuk menjaga kerahasiaan tersebut Ki Gede Sidowayah diberi hadiah tanah perdikan yang letaknya sangat jauh dari Lamongan yaitu di Songgoriti Malang. Sebab jika diketahui bahwa R. Wijaya punya anak laki – laki selain Kalagamet, maka bias timbul masalah besar dalam proses pergantian raja sepeninggalan R. Wijaya nanti. Mungkin kedua inilah yang agak lebih mendekati kebenaran.
 
5. Peristiwa Tanca tahun 1.328 M (Bhasmi bhuto nangani ratu = 1250 C)
Dalam Pararaton disebutkan selama Ra Tanca menjalankan tugas pengobatan terhadap raja Jayanegara Gajah Mada mengawasinya, begitu Tanca membunuh Jayanegara maka Gajah Mada langsung membunuh Ra Tanca
Dalam Pararaton tersebut dengan jelas mengatakan kalau Jayanegara meninggal karena dibunuh oleh Ra Tanca, kemudian Ra Tanca langsung dibunuh oleh Gaja Mada tanpa proses pengadilan. Kita semua sependapat jika Ra Tanca membunuh Jayanegara karena sakit hati sebab istrinya pernah diganggu oleh Jayanegara. Tapi mengapa Ra Tanca langsung dibunuh oleh Gaja Mada tanpa proses pengadilan? Tidak ada orang mempermasalahkan .
Kalau kita memperhatikan cerita rakyat Ngimbang tentang Joko Modo, sangat mungkin bahwa peristiwa pembunuhan Jayanegara oleh Ra Tanca adalah hasil skenario Gajah Mada sendiri. Sebab ibunda Gajah Mada Yaitu Dewi Andong Sari dilenyapkan dari istana oleh ibunda Jayanegara yaitu Dara Petak. Peristiwa itu tentu sangat menyakitkan hati Gajah Mada, sehingga timbullah niat balas dendam yaitu melenyapkan Jaya negara melalui tangan Ra Tanca, setelah itu Ra Tanca langsung dibunuhnya untuk menutup rahasia selamanya.
 
6. Peristiwa Bubat tahun 1357 M (Sanga Turangga Paksa Wani = 1279 C)
Ketika raja Hayam Wuruk sudah cukup dewasa untuk menikah, maka dikirimkan ke segala penjuru untuk mencari wanita yang paling cantik, segala lukisan yang dikirimkan ke Majapahit tidak ada yang menarik kecuali lukisan putri Sunda yaitu “ Diyah Pitaloka“. Maka dipinanglah Diyah Pitaloka untuk menjadi permaisuri Raja Hayam Wuruk.
Pada saat upacara pernikahan terjadilah beda pendapat antara Gajah Mada dengan keluarga pihak pengantin putrinya yaitu : Gajah Mada menghendaki agar raja Sunda menyerahkan putrinya kepada Raja Majapahit sebagai upeti, sedang raja Sunda menghendaki upacara pernikahan sebagaimana mestinya, yaitu putrinya harus dijemput oleh keluarga Majapahit denga upacara pernikahan sebagaimana biasanya.
Beda pendapat tersebut tidak dapat diselesaikan maka terjadilah perang yang mengakibatkan terbunuhnya semua orang Sunda termasuk calon permaisuri yaitu Diyah Pitaloka. Peristiwa tersebut terjadi di lapangan Bubat karena itu dinamakan perang Bubat dan terjadi tahun 1256 C /tahun 1357 M. Peristiwa Bubat tersebut jelas kesalahan besar Gajah Mada, akibat tindakan Gajah Mada tersebut tidak saja berakibat gagalnya pernikahan Hayam Wuruk tapi juga meninggalnya calon permaisuri Diyah Pitaloka beserta keluarga pengiringnya Karena kesalahan itu kemudian Gajah Mada diberi sanksi yaitu dibebas tugaskan selama 2 (dua) tahun (1357 1359 M).
Mengapa kesalahan Gajah Mada yang begitu besar terhadap raja hanya mendapat hukuman ringan? Mengapa pula Gajah Mada terlibat begitu dalam soal pernikahan Hayam Wuruk? Banyak kemungkinan untuk menjawabnya, diantara jawaban itu ialah: Hayam Wuruk tahu bahwa Gajah Mada itu pamanya sendiri. Hal ini terjadi karena Gajah Mada adalah adik ibunda Hayam Wuruk (Diyah Tribhuwana Tungga Dewi) satu ayah lain ibu. Gajah Mada anak R. Wijaya dari istri selir (Dewi Andongsari), sedangkan Diyah  anak R. Wijaya dari permaisuri Gayatri.
 
7. Gajah Mada tidak mau kudeta terhadap kekuasaan Hayam Wuruk
Pada saat Hayam Wuruk dinobatkan sebagai Raja, ia baru berusia 17 tahun. Segala urusan pemerintahan diserahkan kepada Gajah Mada. Bahkan sejak masa pemerintahan ibunda hayam Wuruk yaitu Tribhuwana Tungga Dewi urusan pemerintahan seolah diserahkan sepenuhnya kepada Gajah Mada.
Keadaan seperti itu sangat memungkinkan jika Gajah Mada mau kudeta, dalam arti Gajah Mada mau kudeta maka tidak akan ada hambatan yang berarti. Lalu timbul pertanyaan mengapa Gajah Mada tidak melakukan kudeta? banyak kemungkinan untuk menjawab, diantaranya jawaban itu ialah : “karena raja Hayam Wuruk masih Keponakan Gajah Mada sendiri “.
***
(2) Beberapa Pendapat dan Dugaan lain berkaitan Asal-Usul Gajah Mada
Berikut ini penulis tampilkan ringkasan artikel berkaitan dengan asal-usul Gajah Mada. Beberapa pendapat menyatakan bahwa Gajah Mada berasal dari Sumatera, Bali, Kalimantan, NTB dan Mongol.
1. Versi Sumatera
Seperti kita kita ketahui bersama, jaman dahulu nama orang identik atau disimbolkan dengan nama-nama hewan. Raja Majapahit yang terkenal, H(ayam) Wuruk sendiri mempunyai arti ayam jantan. Beberapa nama hewan yang biasa dipakai antara lain : Mahesa(Sapi), Lembu, Kebo, Banyak (Angsa) dll.
  • Menurut Nagarakretagama, Mahesa Cempaka memiliki anak Dyah Lembu Tal yang diberi gelar Dyah Singhamurti dan kemudian menurunkan Raden Wijaya.
  • Ronggolawe, adalah putera Ario Banyak Wide alias Ario Wiraraja bupati Sumenep yang membantu Raden Wijaya saat dikejar-kejar tentara JayaKatwang.
  • Mahesa Anabrang, atau juga disebut dengan nama Kebo Anabrang dan Lembu Anabrang, adalah seorang mantan senapati Singasari (Ketua Ekspedisi Pamalayu) yang membunuh Ranggalawe, pada saat Ranggalawe memberontak pada Majapahit.
  • Dara Petak (harafiah berarti “Merpati Putih”) adalah istri kelima dari Raden Wijaya, merupakan putri dari Raja Shri Tribhuana Raja Mauliwarmadhewa dari Kerajaan Dharmasraya. Dari perkawinannya dengan Raden Wijaya, Dara Petak melahirkan seorang putra yaitu Kalagemet atau Sri Jayanegara yang menjadi penerus tahta ayahnya di Majapahit.
Diantara nama-nama yang menghiasi perjalanan sejarah Majapahit, bahkan kerajaaan sebelumnya ataupun sesudahnya nama-nama seperti itulah yang populer dipakai oleh golongan bangsawan maupun rakyat biasa. Karena hewan-hewan itu ada di lingkungan mereka. Kecuali untuk nama hewan gajah, kita hanya mendapati satu nama, yaitu Gajah Mada. Berangkat dari sinilah kalau Gajah Mada bukan orang Jawa. Satu-satunya pulau di Indonesia yang ada gajahnya adalah Sumatra. Yang pusat koservasinya ada di Way Kambas, Jambi. Dan kalau dilihat dari catatan sejarah, ada benang merah yang dapat ditarik.
Seperti tulisan diatas, Dara Petak berasal dari Kerajaan Dharmasraya. Kerajaan ini lokasinya ada di Sumatra, yang dapat disampaikan sebagai berikut :
  • Kerajaan Dharmasraya atau Kerajaan Melayu Jambi adalah kerajaan yang terletak di Sumatra, berdiri sekitar abad ke-11 Masehi. Lokasinya terletak di selatan Sawahlunto, Sumatera Barat sekarang, dan di utara Jambi.
  • Hubungan antara Mahesa (Kebo) Anabrang, Dara Petak, Dara Jingga,  dan Jayanegara
Diduga kuat Mahesa Anabrang ini adalah orang yang sama dengan tokoh yang dikenal sebagai Adwaya Brahman atau Adwayawarman, ayah dari Adityawarman yang disebutkan dalam Prasasti Kuburajo I di Kuburajo, Limo Kaum, dekat Batusangkar, Sumatera Barat. Menurut pembacaan Prof. H. Kern yang diterbitkan tahun 1917, tertulis bahwa batu prasasti itu “dikeluarkan oleh Adityawarman, yang merupakan putra dari Adwayawarman dari keluarga Indra. Dinyatakan juga bahwa Adityawarman menjadi raja diKanakamedini (Swarnadwipa)“.
Dara Jingga adalah putri dari Tribuanaraja Mauliawarmadewa, raja Kerajaan Dharmasraya dan juga merupakan kakak kandung dari Dara Petak. Dara Jingga memiliki sebutan sira alaki dewa — dia yang dinikahi orang yang bergelar dewa — dinikahi oleh Adwaya Brahman, pemimpin Ekspedisi Pamalayu.
Nama tokoh ini juga ditemukan pada prasasti yang tertulis di alas arca Amoghapasa, yang ditemukan di Padang Roco, dekat Sei Langsat, Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat. Menurut pembacaan R. Pitono, tertulis bahwa arca itu adalah hadiah perkawinan Kertanagara kepada seorang bangsawan Sumatera, dan “bersama dengan keempat belas pengiringnya dan saptaratna, dibawa dari Bhumi Jawa ke Swarnnabhumi” dan bahwa “Rakyan Mahamantri Dyah Adwayabrahma” adalah salah seorang pengawal arca tersebut.
Setelah berhasil melaksanakan tugasnya, Mahesa Anabrang membawa Dara Jingga beserta keluarganya dan Dara Petak kembali ke Pulau Jawa untuk menemui Kertanegara, raja yang mengutusnya. Setelah sampai di Jawa, ia mendapatkan bahwa Sang Kertanegara telah tewas dan Kerajaan Singasari telah musnah oleh Jayakatwang, raja Kediri.
Oleh karena itu, Dara Petak, adik Dara Jingga kemudian dipersembahkan kepada Raden Wijaya, yang kemudian memberikan keturunan Raden Kalagemet atau Sri Jayanegara, raja Majapahit ke-2. Dengan kata lain, raja Majapahit ke-2 adalah keponakan Mahesa Anabrang dan sepupu Adityawarman, pendiri Kerajaan Pagaruyung.
Berdasarkan catatan-catatan diatas, dapat disimpulkan saat Mahesa Anabrang membawa Dara Jingga dan Dara Petak dari Sumatra ke Jawa, Gajah Mada termasuk dalam rombongan tersebut yang bertugas untuk mengawal keselamatan putri raja mereka sekaligus sebagai duta dari Kerajaan Darmasraya. Atau malah Gajah Mada ditugaskan secara khusus untuk menjadi pengawal pribadi Dara Petak. Yang akhirnya tinggal dan menetap di Majapahit mengikuti tuannya yang menjadi permaisuri raja Majapahit.
2. Versi Malang
Muhammad Yamin didalam bukunya yang berjudul Gajah Mada, Balai Pustaka, cetakan ke  6, Tahun 1960, hal 13 mengungkapkan tokoh ini sebagai:
“Diantara sungai brantas yang mengalir dengan derasnya menuju kearah selatan dataran Malang dan dikaki pegunungan Kawi-Arjuna yang indah permai,maka disanalah nampaknya seorang-orang indonesia berdarah rakyat dilahirkanpada permulaan abad ke-14.
Ahli sejarah tidak dapat menyusur hari lahirnya dengan pasti: ibu bapak dan keluarganya tidak dapat perhatian kenang-kenangan riwayat: Begitu juga nama desa tempat dia dilahirkan dilupakan saja oleh penulis keropak jaman dahulu asal usul gajah mada semua dilupakan dengan lalim oleh sejarah”
Jadi jelaslah menurut Muhammad Yamin, asal-usul Gajah Mada masih sangat gelap, walaupun ada dugaan bahwa Gajah Mada dilahirkan di aliran sungai Brantas yang mengalir keselatan diantara kaki gunung Kawi-Arjuna, diperkirakan sekitar tahun 1300 M.
3. Versi Bali
Keinginan untuk mengetahui asal-usul Patih Gajah Mada sebagai Negarawan besar pada Jaman Kerajaan Majapahit, telah lama menarik perhatian ahli sejarah, salah satunya I Gusti Ngurah Ray Mirshaketika mengadakan Klasifikasi Dokumen Lama yang berbentuk Lontar-lontar pada “perpustakaan Lontar Fakultas Sastra, Universitas Udayana” (sekitar tahun 1974. Salah satu lontar yang menarik perhatian diantaranya adalah lontar yang berjudul “Babad Gajah Maddha”. Lontar tersebut memakai kode: Krop.7, Nomer 156, Terdiri dari 17 Lembar lontar berukuran 50×3,5 cm, ditulisi timbal balik, setiap halaman terdiri atas 4 baris, memakai huruf dan bahasa Bali-Tengahan.
Lontar tersebut adalah merupakan Salinan sedangkan yang asli belum dapat dijumpai. Secara garis besar lontar babad Gajah Maddha tersebut berisikan
1. Asal Usul Gajah Mada
2. Gri Kresna Kapakisan dalam hubungannya dengan raja-raja Majapahit
3. Emphu keturunan pada waktu memerintah di Bali
Yang menjadi perhatian dari sekian lontar tersebut dan dapat dijadikan penelitian lebih lanjut adalah bagian yang menjelaskan tentang Asal-Usul/Kelahiran sang Maha Patih Gajah Mada.
“Tersebutlah Brahmana Suami-Istri di wilwatikta, yang bernama Curadharmawysa dan Nariratih, keduanya disucikan (Diabhiseka menjadi pendeta) oleh Mpu Ragarunting di Lemah Surat. Setelah disucikan lalu kedua suami istri tersebut diberi nama Mpu Curadharmayogi dan istrinya bernama Patni Nuriratih. Kedua pendet tersebut melakukan Bharata (disiplin) Kependetaan yaitu :Sewala-brahmacari” artinya setelah menjadi pendeta suami istri tersebut tidak boleh berhubungan sex layaknya suami istri lagi.
Selanjutnya Mpu Curadharmayogi mengambil tempat tinggal (asrama) di Gili Madri terletak di sebelah selatan Lemah Surat, Sedangkan Patni Nariratih bertempat tinggal di rumah asalnya di wilatikta, tetapi senantiasa pulang ke asrama suaminya di gili madri untuk membawa santapan,dan makanan berhubungan jarak kedua tempat tinggal mereka tidak begitu jauh.
Pada suatu hari Patni Nariratih mengantarkan santapan untuk suaminya ke asrama di gili madri, tetapi sayang pada saat hendak menyantap makanan tersebut air minum yang disediakan tersenggol dan tumpah (semua air yang telah dibawa tumpah), sehingga  Mpu Curadharmayogi mencari air minum lebih dahulu yang letaknya agak jauh dari tempat itu arah ke barat. Dalam keadaan Patni Nariratih  seorang diri diceritakan timbulah keinginan dari Sang Hyang Brahma untuk bersenggama dengan Patni Nariratih. Sebagai tipu muslihat segerah Sang Hyang Brahma berganti rupa (berubah wujud, ”masiluman”) berwujud seperti Mpu Curadharmayogi sehingga patni Nariratih mengira itu adalah suaminya.
Segera Mpu Curadharmayogi palsu (Mayarupa) merayu Patni Nariratih untuk melakukan senggama, Tetapi keinginan tersebut ditolak oleh Patni Nariratih,oleh karena sebagai pendeta sewala-brahmacari sudah jelas tidak boleh lagi mengadakan hubungan sex,oleh karena itu Mpu Curadharmayogi palsu tersebut memperkosa Patni Nariratih.
Setelah kejadian tersebut maka hilanglah Mpu Curadharmayogi palsu, dan datanglah Mpu Curadharmayogi yang asli (Jati). Patni Nariratih menceritakan peristiwa yang baru saja menimpa dirinya kepada suaminya dan akhirnya mereka berdua menyadari, bahwa akan terdjadi suatu peristiwa yang akan menimpa meraka kelak.kemudian ternyata dari kejadian yang menimpa Patni Nariratih akhirnya mengandung.
Menyadari hal yang demikian tersebut mereka berdua lalu mengambil keputusan untuk meninggalkan asrama itu, mengembara ke hutan-hutan ,jauh dari asramanya tidak menentu tujuannya,hingga kandungan patni Nariratih bertambah besar. Pada waktu mau melahirkan mereka sudah berada didekat gunung Semeru dan dari sana mereka menuju kearah Barat Daya, lalu sampailah disebuah desa yang bernama desa Maddha. Pada waktu itu hari sudah menjelang malam dan Patni Nariratih sudah hendak melahirkan, lalu suaminya mengajak ke sebuah “Balai Agung” yang etrletak pada kahyangan didesa Maddha tersebut.
Bayi yang telah dilahirkan di bale agung itu, segera ditinggalkan oleh mereka berdua menuju ke sebuah gunung. Bayi tersebut dipungut oleh seorang penguasa didesa Maddha,lalu oleh seorang patih terkemuka di wilatikta di bawa ke wilatikta dan diberi nama “Maddha”.
4. Versi Kalimantan
Ada pula yang meyakini Gajah Mada itu merupakan orang Dayak, Kalimantan Barat, yaitu dari sebuah kampung di Kecamatan Toba, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Sebagian masyarakat Dayak mempercayai hal ini berkaitan dengan kisah masyarakat Dayak Tobag, Mali, Simpang dan Dayak Krio. Tokoh Gajah Mada di Dayak Krio dikenal dengan nama Jaga Mada, namun masyarakat Dayak lainnya menyebutnya Gajah Mada, seorang Demung Adat yang mempunyai tugas mempersatukan nusantara.
5. Versi Nusa Tenggara Barat
Masyarakat Bima khususnya Dompu percaya kalau Gajah Mada berasal dari daerah ini, mengingat kemiripan dengan tokoh legenda masyarakat Dompu yaitu “ombu Mada Roo Fiko”. Ombu artinya Tuan, Mada artinya saya, Roo artinya telinga dann Fiko artinya lebar. Jadi ditafsirkan sebagi Tuan Mada bertelinga lebar (seperti gajah). Di daerah ini juga terdapat kuburan kuno yang diyakini sebagai makam Gajah Mada.
6. Versi Mongol
Ada yang mengatakan bahwa Gajah Mada merupakan perwakilan atau utusan tersamar Dinasti Yuan dari daratan Cina. Menurut seorang dosen Fisipol UGM, kota Trowulan yang merupakan pusat kerajaan Majapahit, jika dipindai dengan tekno remote sensing, maka akan nampak ada kanal-kanal yang disiapkan untuk jalur menuju laut.
LAIN-LAIN
A. Bunyi sumpah Palapa:
“Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring gurun, ring seram, tanjungpura, ring haru, pahang, dompo, ring bali, sunda, palembang, tumasik, samana isun amukti palapa”
“Apabila sudah kalah Nusantara, saya akan beristirahat, apabila Gurun telah dikalahkan, begitupula Seram, Tanjungpura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, pada waktu itu saya akan menikmati istirahat”

SEJARAH LAMONGAN

Dulu Lamongan merupakan Pintu Gerbang ke Kerajaan Kahuripan, Kerajaan Panjalu, Kerajaan Jenggala, Kerajaan Singosari atau Kerajaan Mojopahit, berada di Ujung Galuh, Canggu dan kambang Putih ( Tuban). Setelah itu tumbuh pelabuhan Sedayu Lawas dan Gujaratan (Gresik), merupakan daerah amat ramai , sebagai penyambung hubungan dengan Kerajaan luar Jawa bahkan luar Negeri.
Zaman Kerajaan Medang Kamulan di Jawa Timur, Di Lamongan berkembang Kerajaan kecil Malawapati ( kini dusun Melawan desa Kedung Wangi kecamatan Sambeng ) dipimpin Raja Agung Angling darma dibantu Patih Sakti Batik Maadrim termasuk kawasan Bojonegoro kuno. Saat ini masih tersimpan dengan baik, Sumping dan Baju Anglingdarma didusun tersebut. Di sebelah barat berdiri Kerajaan Rajekwesi di dekat kota Bojonegoro sekarang.
Pada waktu Kerajaan Majapahit dipimpin Raja Hayam Wuruk (1350 -1389) kawasan kanan kiri Bengawan Solo menjadi daerah Pardikan. Merupakan daerah penyangga ekonomi Mojopahit dan jalan menuju pelabuhan Kambang Putih. Wilayah ini disebut Daerah Swatantra Pamotan dibawah kendali Bhre Pamotan atau Sri Baduga Bhrameswara paman Raja Hayam Wuruk ( Petilasan desa Pamotan kecamatan Sambeng ), sebelumnya. Di bawah kendali Bhre Wengker ( Ponorogo ). Daerah swatantra Pamotan meliputi 3 kawasan pemerintahan Akuwu , meliputi Daerah Biluluk (Bluluk) Daerah Tenggulunan (Tenggulun Solokuro) , dan daerah Pepadhangan (Padangan Bojonegoro).
Menurut buku Negara Kertagama telah berdiri pusat pengkaderan para cantrik yang mondok di Wonosrama Budha Syiwa bertempat di Balwa (desa Blawi Karangbinangun) , di Pacira ( Sendang Duwur Paciran), di Klupang (Lopang Kembangbahu) dan di Luwansa ( desa Lawak Ngimbang). Desa Babat kecamatan Babat ditengarahi terjadi perang Bubat, sebab saat itu babat salah satu tempat penyeberangan diantar 42 temapt sepanjang aliran bengawan Solo. Berita ini terdapat dalam Prasasti Biluluk yang tersimpan di Musium Gajah Jakarta, berupa lempengan tembaga serta 39 gurit di Lamongan yang tersebar di Pegunungan Kendeng bagian Timur dan beberapa temapt lainnya.
Menjelang keruntuhan Mojopahit tahun 1478M, Lamongan saat itu dibawah kekuasaaan Keerajaan Sengguruh (Singosari) bergantian dengan Kerajaan Kertosono (Nganjuk) dikenal dengan kawasan Gunung Kendeng Wetan diperintah oleh Demung, bertempat disekitar Candi Budha Syiwa di Mantup. Setelah itu diperintah Rakrian Rangga samapi 1542M ( petilasan di Mushalla KH.M.Mastoer Asnawi kranggan kota Lamongan ). Kekuasaan Mojopahit di bawah kendali Ario Jimbun (Ariajaya) anak Prabu Brawijaya V di Galgahwangi yang berganti Demak Bintoro bergelar Sultan Alam Akbar Al Fatah ( Raden Patah ) 1500 sampai 1518, lalu diganti anaknya, Adipati Unus 1518 sampai 1521 M , Sultan Trenggono 1521 sampai 1546 M.
Dalam mengembangkan ambisinya, sultan Trenggono mengutus Sunan Gunung Jati ( Fatahilah ) ke wilayah barat untuk menaklukkan Banten, Jayakarta, danCirebon. Ke timur langsung dpimpin Sultan sendiri menyerbu Lasem, Tuban dan Surabaya sebelum menyerang Kerajaan Blambangan ( Panarukan). Pada saat menaklukkan Surabaya dan sekitarnya, pemerintahan Rakryan Rangga Kali Segunting ( Lamong ), ditaklukkan sendiri oleh Sultan Trenggono 1541 . Namun tahun 1542 terjadi pertempuran hebat antara pasukan Rakkryan Kali Segunting dibantu Kerajaan sengguruh (Singosari) dan Kerajaan Kertosono Nganjuk dibawah pimpinan Ki Ageng Angsa dan Ki Ageng Panuluh, mampu ditaklukkan pasukan Kesultanan Demak dipimpin Raden Abu Amin, Panji Laras, Panji Liris. Pertempuran sengit terjadi didaerah Bandung, Kalibumbung, Tambakboyo dan sekitarnya.
Tahun 1543M, dimulailah Pemerintahan Islam yang direstui Sunan Giri III, oleh Sultan Trenggono ditunjuklah R.Abu Amin untuk memimpin Karanggan Kali Segunting, yang wilayahnya diapit kali Lamong dan kali Solo. Wilayah utara kali Solo menjadi wilayah Tuban, perdikan Drajat, Sidayu, sedang wilayah selatan kali Lamong masih menjadi wilayah Japanan dan Jombang. Tahun 1556 M R.Abu Amin wafat digantikan oleh R.Hadi yang masih paman Sunan Giri III sebagai Rangga Hadi 1556 -1569M Tepat hari Kamis pahing 10 Dzulhijjah 976H atau bertepatan 26 mei 1569M, Rangga Hadi dilantik menjadi Tumenggung Lamong bergelar Tumenggung Surajaya ( Soerodjojo) hingga tahun 1607 dan dimakamkan di Kelurahan Tumenggungan kecamatan Lamongan dikenal dengan Makam Mbah Lamong. Tanggal tersebut dipakai sebagai Hari Jadi Lamongan.
Setelah Indonesia Merdeka 17 Agustus 1945, daerah Lamongan menjadi daerah garis depan melawan tentara pendudukan Belanda, perencanaan serangan 10 Nopember Surabaya juga dilakukan Bung Tomo dengan mengunjungi dulu Kyai Lamongan dengan pekikan khas pembakar semangat Allahu Akbar. Lamongan yang dulunya daerah miskin dan langganan banjir, berangsur-angsur bangkit menjadi daerah makmur dan menjadi rujukan daerah lain dalam pengentasan banjir. Dulu ada pameo “Wong Lamongan nek rendeng gak iso ndodok, nek ketigo gak iso cewok” tapi kini diatasi dengan semboyan dari Sunan Drajat, Derajate para Sunan dan Kyai “Memayu Raharjaning Praja” yang benar benar dilakukan dengan perubahan mendasar, dalam memsejahterahkan rakyatnya masih memegang budaya kebersamaan saling membantu sesuai pesan kanjeng Sunan Drajat “Menehono mangan marang wong kangluwe, menehono paying marang wong kang kudanan , menehono teken marang wong kang wutho, menehono busaono marang wong kang wudho”
Kabupaten Lamongan yang kini dikomandani H.Masfuk sebagai Bupati periode ke 2 dan H.Tsalis Fahmi sebagai wakil Bupati melejit bagaikan Sulapan dengan terobosannya yang menjadi perbincangan Nasional. Yang menonjol selama ini menjadi Ikon Wisata Bahari Lamongan (Lamongan Ocean Tourism Ressort), Lamongan Integrated Sharebased, Proyek Pelabuhan Rakyat, dan Proyek Lapangan Terbang dan Eksplorasi minyak Balong Wangi Sarirejo,memungkinkan datangnya investasi baik dari dalam negeri maupun investor luar negeri. Dengan tangan dinginnya PKL ditata rapi, Kelancara jalan desa dan pengairan ditata sedemikian rupa, termasuk memberikan Bea siswa bagi siswa dan mahasiswa berprestasi yang ekonominya kurang beruntung, dan nantinya jika telah menyelesaikan studynya bisa kembali dan menyumbangkan pikiran dan kemampuannya demi kemajuan Lamongan. Kegiatan HJL kali ini juga dumeriahkan oleh Dewan Kesenian Lamongan (DKL) parade Teater dan Pameran Senirupa kerja sama dengan STKW Surabaya di gedung Handayani tanggal 26 mei dilanjutkan Sarasehan seni rupa oleh Agus Koecing Surabaya, mengusung Peran dan perkembangan seni rupa jawa timur dan Management berkesenian(27 mei 2007).